Sosialisasi Metode CAE Dengan Road Stabilizer PM550-s Sakai

Sakai Indonesia melakukan sosialisasi Metode CAE (Cement and Asphalt Emulsion) untuk rekonstruksi jalan di Indonesia.

Para peserta seminar sosialisasi metode CAE di pabrik Sakai, Cikarang, Bekasi, Jawa Barat pada Senin (12/8/2024). Kredit foto: EI

Sakai Indonesia menyelenggarakan seminar tentang Metode CAE (Cement and Asphalt Emulsion) untuk konstruksi jalan di Indonesia bertempat di pabrik Sakai di daerah Cikarang, Bekasi, Jawa Barat pada Senin (12/8/2024). Acara sosialisasi ini disekukan oleh  PT. Sakai Sales & Services Asia bersama dengan Balai Bahan Jalan dan PUSJATAN Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Propinsi Jawa Barat.

Saat ini PT. Sakai Sales & Services Asia sedang melaksanakan serangkain uji coba teknologi baru Road Stabilizer Sakai PM550-s yang berfungsi untuk mendaur ulang dan melakukan stabilisasi jalan dengan menggunakan material semen dan aspal emulsi. Uji coba itu dilakukan dalam rangka penyusunan pedoman dan spesifikasi khusus yang diuji oleh Balai Bahan Jalan, PUSJATAN, Kementerian PUPR Jawa Barat. Acara sosialisasi itu diikuti oleh kontraktor-kontraktor jalan yang merupakan pelanggan-pelanggan Sakai.

Transportasi jalan raya di Indonesia sering terkendala oleh kondisi jalan yang mudah rusak karena berbagai faktor, seperti konstruksi jalan yang berkualitas rendah dan kendaraan-kendaraan yang kelebihan muatan. Minimnya pemeliharaan dan perbaikan juga menyebabkan jalan lekas rusak. Kalau pun dilakukan perbaikan, kwalitasnya rendah. Padahal, dibutuhkan jalan yang kuat dan fleksibel, yang masa pakainya panjang sehingga dapat mengurangi life cycle cost.

Metode stabilisasi dengan daur ulang di tempat untuk konstruksi jalan bertujuan untuk meningkatkan kekuatan struktural jalan serta menambah masa pakai jalan sehingga menghemat biaya dan ramah lingkungan. Proses ini biasanya melibatkan penghancuran material lama menjadi ukuran yang lebih kecil, dicampur dengan bahan tambahan seperti semen dan aspal, kemudian dipadatkan.

Ada dua metode stabilisasi yang biasanya digunakan selama ini di Indonesia dengan memanfaatkan semen sebagai perekat (pengikat). Pertama, stabilisasi tanah dasar yang bertujuan untuk memperbaiki tanah dasar (subgrade) yang dicampur dengan aditif (semen) dan kemudian dipadatkan. Kedua, stabilisasi lapis fondasi agregat berupa stabilisasi pada lapis fondasi agregat dengan Cement Treated Recycling Base (CTRB) dan Cement Treated Recycling Subbase (CTRSB).

Baca Juga :  YUTONG 40T YT3621, Revolusi Dump Truck Tambang

Di luar kedua metode tersebut, terdapat metode stabilisasi konstruksi jalan yang baru diperkenalkan di Indonesia, tetapi sudah lama dipergunakan di Jepang. Bahkan beberapa negara di kawasan Asia Tenggara sudah menggunakannya seperti di Thailand. Metode konstruksi jalan aspal yang baru itu disebut CAE (Cement and Asphalt Emulsion), yaitu salah satu metode stabilisasi lapis fondasi yang menggunakan Semen dan Aspal Emulsi  yang berfungsi untuk mendapatkan fleksibilitas dan kekakuan dari lapisan fondasi tersebut.

Metode CAE adalah metode daur ulang dengan menambahkan dan mencampur semen dan aspal emulsi sebagai lapisan jalan daur ulang yang baru. Cara ini meningkatkan kekuatan dan daya tahan jalan serta menekan terjadinya keretakan dan alur (rutting). Dalam metode ini, bongkaran (limbah) dari jalan yang ada dijadikan material untuk daur ulang, sehingga menghemat sumber daya.

Menurut Naoto Sekiguchi dari Departemen Penjualan Divisi Bisnis Luar Negeri Sakai Heavy Industries, Ltd., kondisi jalan yang cocok untuk metode CAE adalah perbaikan jalan di titik-titik yang memerlukan penanggulangan secara struktural, seperti penggantian aspal. Metode CAE juga cocok sebagai tahapan konstruksi sebelum meningkatkan jalan pada masa yang akan datang serta sebagai proses untuk menstabilkan tanah dasar (tumpukan tanah).

Metode CAE dapat diaplikasikan untuk stabilisasi jalan granular, yaitu stabilisasi lapis fondasi  (base course). Dalam metode ini, material granular yang ada dicampur dengan semen dan aspal emulsi. Jalan granular adalah jalan dengan perkerasan sederhana berupa lapisan granular (kerikil) yang dihamparkan di atas tanah dasar dan dipadatkan. Jalan tipe ini digunakan untuk volume lalu lintas sangat kecil atau populasi penduduk yang dilayani masih rendah. Metode stabilisasi ini memungkinkan kondisi jalan lebih kuat, aman bagi masyarakat dan lingkungan serta tahan terhadap bencana alam.

Aplikasi selanjutnya adalah untuk stabilisasi lapis permukaan dan lapis fondasi base course sebagai granular dengan ditambahkan semen dan aspal emulsi. Dalam metode ini, aspal yang ada dan lapis fondasi bagian atas distabilisasi dengan menggunakan campuran semen dan aspal emulsi sebagai pengikat. Contoh aplikasinya di Vietnam di mana jalan aspal yang rusak distabilisasi di tempat dengan mencampur material yang didaur-ulang dengan semen dan aspal emulsi, plus finishing dengan pengaspalan (hot mix).

Baca Juga :  Penelitian membuktikan kelayakan konstruksi elektrik perkotaan – sangat menguntungkan bagi masyarakat
Metode IRBCAE

Arief Priyanto, Technical & Product Support PT Sakai Sales & Services Asia, menjelaskan tentang Metode CAE di Indonesia. Foto: EI

Metode CAE merupakan istilah untuk metode stabilitasasi jalan yang digunakan di Jepang. Di Indonesia metode ini tergolong baru, masih terus dikaji, diteliti di laboratorium, dan diuji coba secara terus menerus sebelum kemudian benar-benar dipakai pada pembangunan jalan aspal di Tanah Air. Untuk kepentingan standarisasi metode di Indonesia, Arief Priyanto, Technical & Product Support PT Sakai Sales & Services Asia, dalam pemaparannya menjelaskan bahwa istilah yang digunakan di Indonesia untuk metode stabilisasi baru ini adalah  IRBCAE (In-Place Recycling Base by Cement and Asphlat Emulsion).

IRBCAE adalah pekerjaan stabilisasi dengan daur ulang lapis aspal dan lapis fondasi kelas A,  dengan tambahkan aditif semen dan aspal emulsi yang dikerjakan langsung di tempat. “Metode IRBCAE ini yang ingin kami perkenalkan di Indonesia,” ujarnya.

Proses pengerjaannya dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu tanpa proses pengupasan (milling), proses dengan pengupasan terhadap  sebagian lapisan aspal yang ada, dan proses dengan pengupasan seluruh lapisan aspal yang ada.

Membandingkan uji kuat tekan bebas antara metode IRBCAE dengan CTRB, Arief mengatakan, meski sama-sama menggunakan material daur ulang, jalan aspal yang dibangun dengan metode CTRB memiliki ketegangan atau kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan IRBCAE. Tetapi setelah melewati batas maksimal, jalan CTRB lebih cepat mengalami keretakan  (hancur), sementara IRBCAE lebih fleksibel meski sedikit mengalami deformasi setelah melewati batas maksimal.

“Ruas jalan yang dibangun menggunakan campuran semen dan aspal emulsi  lebih fleksibel, bahkan sampai tahan terhadap getaran gempa dengan magnitudo 7-9 sekali pun,” kata Arief sembari menyebut gempa besar pada 11 Maret 2011 di Jepang Timur yang menyebabkan tsunami, tanah longsor dan likuifaksi.

Mengapa Sakai Indonesia mendorong aplikasi metode CAE dalam konstruksi jalan aspal di Tanah Air? Menurut Arief, penggunaan aspal emulsi sebagai bahan tambahan didasarkan pada beberapa pertimbangan. Pertama, alasan keselamatan karena aspal emulsi tidak panas sehingga tidak ada kemungkinan terbakar jika para pekerja menyentuh aspal.

Baca Juga :  Mengintip Fasilitas Reman Liebherr di Balikpapan Saat Pandemi

Kedua, lebih sedikit masalah karena penyemprotan aspal emulsi menggunakan nozel sederhana dan tidak mudah tersumbat. Hal ini mencegah terjadi problem di lapangan. Ketiga, aspal emulsi dapat disimpan dalam jangka waktu yang cukup panjang. “Apabila aspal emulsi belum terpakai semuanya, sisanya dapat disimpan dengan suhu biasa tanpa harus dibawa kembali ke asphalt plant. Keesokannya bisa dipakai lagi. Ini berbeda dengan kondisi daur ulang dengan menggunakan aspal panas,” terang Arief.

Keempat, waktu curing metode IRBCAE lebih cepat. “Ketika pekerjaan stabilisasi sudah selesai, proses berikutnya, yaitu primer coat (pengaspalan baru) bisa segera dilakukan,” terangnya.

Selain itu, lanjut Arief, penerapa metode IRBCAE lebih ramah lingkungan karena mengurangi biaya sekitar 60 – 70% dibandingkan dengan rekonstruksi  atau metode konvensional. Metode ini juga menghemat sumber daya karena mendaur-ulang material langsung di tempat. Waktu pengerjaan juga lebih singkat duapertiga atau kurang dibandingkan dengan metode rekontruksi konvensional. Hal ini berdampak terhadap berkurangnya semburan gas karbon (CO2).

Metode IRBCAE  Sakai dikerjakan dengan menggunakan mesin Road Stabilizer Sakai PM550-s.  Road Stabilizer ini dapat bekerja dengan sistem Side Shift, dengan menggerakkan rotor shift ke kiri dan kanan sejauh 500 mm. Menggunakan empat ban, mesin tersebut dapat bekerja dengan aman di jalan yang sempit dan dapat dengan mudah menghindari rintangan dan gangguan-gangguan lainnya, termasuk bahu jalan yang rapuh.

Road Stabilizer Sakai PM550-s dapat dioperasikan oleh satu orang (one man control) dari bagian atas rotor hood. Operator dapat melihat dengan jelas kondisi area operasi dari kursi pengemudi, termasuk mengecek kerataan campuran semen dan aspal emulsi.

Road Stabilizer kai PM550-s sudah dibuat pada fasilitas produksi Sakai Indonesia di daerah Cikarang, Jawa Barat.